October 4, 2016

Marriage Roller Coaster




Kalau dihitung-hitung sudah hampir dua tahun lebih saya menginjakkan kaki di Cikarang. Semuanya berawal dari Praktik Kerja Profesi (PKP) di industri awal Maret tahun 2014 lalu. Saya dan beberapa rekan seperjuangan profesi harus melakukan praktik kerja selama kurang lebih tiga bulan. Tanpa disangka, kesempatan untuk bekerja di industri pun datang, dan saya memutuskan untuk menerimanya.
Keputusan untuk mengambil kesempatan bekerja di sini bukan tanpa pertimbangan. Hal pertama yang terlintas di pikiran adalah restu orang tua. Meski Mama dan Ayah begitu membebaskan semua keputusan masa depan di tangan saya, rasanya saya masih ragu karena dengan merantaunya saya ke sini, kesempatan untuk tinggal bersama ataupun mengunjungi mereka pun akan makin terbatas. Terlebih saya sudah tak tinggal serumah begitu merantau ke Surabaya untuk kuliah.


Saya bersyukur karena keputusan untuk merantau yang lebih jauh ini akhirnya juga memantapkan langkah saya dan suami untuk menyegerakan proses pernikahan kami. Mungkin karena niat baik juga ya, banyak pihak yang juga ikut membantu melancarkan proses ini meski hampir sebagian besar surat-suratnya kami urus berdua. Thanks to birokrasi Kota Surabaya yang nggak ribet dan nggak banyak pungli :Dv
Setelah proses akad nikah yang sederhana, kami tak punya banyak waktu untuk sekedar liburan, unjung-unjung dua keluarga atau honeymoon segala macam. Wah, boro-boro, wakakaka. Kami cepat-cepat pesan tiket pesawat untuk kembali ke Cikarang karena pabrik tak bisa menunggu dua orang kece ini tak masuk lama-lama kan ya :p
Begitu merantau, kehidupan kami –saya dan suami maksudnya- hampir sama seperti sebelum menikah. Kami masih tinggal di kos-kosan dan baru punya perabotan yang sekiranya cukup untuk kami berdua. Untuk makan sehari-hari kadang beli, kadang saya memasak sendiri. Di sini warteg bertebaran sebenarnya, tapi rumah kos kami terletak jauh sekali dari keramaian –semoga ada yang tau tinggal di Lippo Cikarang sepinya kayak apa, wkwkwkwk- sehingga kadang saya lebih memilih untuk memasak saja.

Setelah beberapa bulan kos, kami memutuskan untuk menyewa sebuah rumah. Masih di kawasan Lippo Cikarang juga karena kami –saya khususnya- masih agak insecure dengan lingkungan di luar kawasan. Hmm… bukan hanya masalah keamanan sih, masalah banjir di musim hujan, atau kesulitan air di musim kemarau, menjadi pertimbangan kami untuk menyewa rumah di kawasan yang pasti-pasti saja lah. Lagipula jaraknya juga dekat sekali dari kantor, tak sampai 10 menit.
Kami tinggal di rumah ini satu setengah tahun lamanya. Berbagai macam cerita mengurus rumah sendiri dan jauh dari orang tua, menjadi pengalaman berharga bagi kami. Ya kalau bukan kami berdua, mau siapa lagi. Masa kucing-kucing yang hobinya berantakin rumah? :p
Urusan sepele macam beli token listrik, bayar tagihan air, memotong rumput di halaman, hingga yang kelas agak riweuh seperti memperbaiki mesin cuci yang mampet gegara kedudulan saya memasukkan keset ke dalam mesin cuci sepertinya makin menaikkan level tukang-menukang suami saya deh, hahaha. Sementara saya.nya makin hobi eksperimen bahan makanan dan menggendutkan perut suami yang kalau ketemu makanan berkuah suka nambah nggak kira-kira.
Urusan rumah tangga seperti mencuci, saya lakukan sendiri dengan bantuan mesin cuci. Mayaaan… daripada capek-capek nyuci kan, Cyin. Suami saya nggak rela tangan istrinya kasar kena detergen tiap hari, hahaha :p Menyetrika baju tergantung siapa yang lebih dulu selesai mandi, maka dia akan bertugas menyetrika baju, hwahaha *seringnya sih Abang* Saya selalu bangun lebih pagi tapi Abang yang akan selalu lebih dulu mandi karena saya masih sibuk uwel-uwel kucing, hahahaha
Masalah menata baju, dokumen, atau susun-menyusun barang, masih menjadi kerjaan saya, tapi kalau urusan menyapu atau ngepel, saya pasrahkan pada suami. Bukannya apa, dia memang lebih jago kalau urusan bersih-bersih. Alhamdulillah ya XD *jawil dagu Abang*
Berbagai macam keadaan pernah menempa hidup kami di sini. Susah senang ya dinikmati berdua. Punya duit lebih ya ditabung, duitnya kurang ya jajannya dikurangi, hahaha. Suami sakit, ya diurusi sendiri. Saya sakit, ya diurusi suami. Kalau kata Mama, ini semua yang akan mengajarkan kami ketegaran hidup.



Tahun ini, kami telah memasuki usia pernikahan yang kedua. Meski harus terpisah berkilo-kilometer jauhnya dari rumah, kami bersyukur karena masih bisa beberapa kali pulang dalam setahun. Sekedar melepas rindu dengan orang tua dan adik di rumah. Hubungan keluarga kami juga cukup baik meski tak sering-sering amat bertemu. Kehidupan kami berdua di perantauan juga sudah cukup lah ya. Nggak melas-melas amat meskipun jauh di Cikarang sini, hahaha. Kami toh masih bisa nonton Asian Food Channel atau 2 Broke Girls di rumah sambil mimik es kopi. Buat kami itu sudah menyenangkan banget.
Jadi inti postingan ini apa?
Bersyukur aja sama semua kondisi hidup kita. Sudah menikah ya bersyukur, belum menikah juga bersyukur. Menikah tapi tinggal di rumah orang tua/mertua ya bersyukur. Menikah jauh dari orang tua juga jangan lupa disyukuri. Akan selalu ada hikmahnya :) Nggak perlu merasa lebih superior dari yang lain, karena setiap orang punya masalahnya sendiri.
See you on the next post!



1 comment: