Kalau dihitung-hitung sudah
hampir dua tahun lebih saya menginjakkan kaki di Cikarang. Semuanya berawal
dari Praktik Kerja Profesi (PKP) di industri awal Maret tahun 2014 lalu. Saya dan
beberapa rekan seperjuangan profesi harus melakukan praktik kerja selama kurang
lebih tiga bulan. Tanpa disangka, kesempatan untuk bekerja di industri pun
datang, dan saya memutuskan untuk menerimanya.
Keputusan untuk mengambil
kesempatan bekerja di sini bukan tanpa pertimbangan. Hal pertama yang terlintas
di pikiran adalah restu orang tua. Meski Mama dan Ayah begitu membebaskan semua
keputusan masa depan di tangan saya, rasanya saya masih ragu karena dengan
merantaunya saya ke sini, kesempatan untuk tinggal bersama ataupun mengunjungi mereka
pun akan makin terbatas. Terlebih saya sudah tak tinggal serumah begitu
merantau ke Surabaya untuk kuliah.
Saya bersyukur karena keputusan
untuk merantau yang lebih jauh ini akhirnya juga memantapkan langkah
saya dan suami untuk menyegerakan proses pernikahan kami. Mungkin karena niat
baik juga ya, banyak pihak yang juga ikut membantu melancarkan proses ini meski
hampir sebagian besar surat-suratnya kami urus berdua. Thanks to birokrasi Kota Surabaya yang nggak ribet dan nggak banyak
pungli :Dv
Setelah proses akad nikah yang
sederhana, kami tak punya banyak waktu untuk sekedar liburan, unjung-unjung dua keluarga atau honeymoon segala macam. Wah, boro-boro,
wakakaka. Kami cepat-cepat pesan tiket pesawat untuk kembali ke Cikarang karena
pabrik tak bisa menunggu dua orang kece ini
tak masuk lama-lama kan ya :p
Begitu merantau, kehidupan kami –saya
dan suami maksudnya- hampir sama seperti sebelum menikah. Kami masih tinggal di
kos-kosan dan baru punya perabotan yang sekiranya cukup untuk kami berdua. Untuk
makan sehari-hari kadang beli, kadang saya memasak sendiri. Di sini warteg
bertebaran sebenarnya, tapi rumah kos kami terletak jauh sekali dari keramaian –semoga
ada yang tau tinggal di Lippo Cikarang sepinya kayak apa, wkwkwkwk- sehingga
kadang saya lebih memilih untuk memasak saja.
Setelah beberapa bulan kos, kami
memutuskan untuk menyewa sebuah rumah. Masih di kawasan Lippo Cikarang juga
karena kami –saya khususnya- masih agak insecure
dengan lingkungan di luar kawasan. Hmm… bukan hanya masalah keamanan sih,
masalah banjir di musim hujan, atau kesulitan air di musim kemarau, menjadi
pertimbangan kami untuk menyewa rumah di kawasan yang pasti-pasti saja lah.
Lagipula jaraknya juga dekat sekali dari kantor, tak sampai 10 menit.
Kami tinggal di rumah ini satu
setengah tahun lamanya. Berbagai macam cerita mengurus rumah sendiri dan jauh
dari orang tua, menjadi pengalaman berharga bagi kami. Ya kalau bukan kami
berdua, mau siapa lagi. Masa kucing-kucing yang hobinya berantakin rumah? :p
Urusan sepele macam beli token
listrik, bayar tagihan air, memotong rumput di halaman, hingga yang kelas agak riweuh seperti memperbaiki mesin cuci
yang mampet gegara kedudulan saya memasukkan keset ke dalam mesin cuci sepertinya
makin menaikkan level tukang-menukang suami saya deh, hahaha. Sementara saya.nya
makin hobi eksperimen bahan makanan dan menggendutkan perut suami yang kalau
ketemu makanan berkuah suka nambah nggak kira-kira.
Urusan rumah tangga seperti
mencuci, saya lakukan sendiri dengan bantuan mesin cuci. Mayaaan… daripada capek-capek
nyuci kan, Cyin. Suami saya nggak rela tangan istrinya kasar kena detergen tiap
hari, hahaha :p Menyetrika baju tergantung siapa yang lebih dulu selesai mandi,
maka dia akan bertugas menyetrika baju, hwahaha *seringnya sih Abang* Saya
selalu bangun lebih pagi tapi Abang yang akan selalu lebih dulu mandi karena
saya masih sibuk uwel-uwel kucing,
hahahaha
Masalah menata baju, dokumen,
atau susun-menyusun barang, masih menjadi kerjaan saya, tapi kalau urusan
menyapu atau ngepel, saya pasrahkan pada suami. Bukannya apa, dia memang lebih
jago kalau urusan bersih-bersih. Alhamdulillah ya XD *jawil dagu Abang*
Berbagai macam keadaan pernah menempa
hidup kami di sini. Susah senang ya dinikmati berdua. Punya duit lebih ya
ditabung, duitnya kurang ya jajannya dikurangi, hahaha. Suami sakit, ya diurusi
sendiri. Saya sakit, ya diurusi suami. Kalau kata Mama, ini semua yang akan mengajarkan
kami ketegaran hidup.
Tahun ini, kami telah memasuki
usia pernikahan yang kedua. Meski harus terpisah berkilo-kilometer jauhnya dari
rumah, kami bersyukur karena masih bisa beberapa kali pulang dalam setahun. Sekedar
melepas rindu dengan orang tua dan adik di rumah. Hubungan keluarga kami juga
cukup baik meski tak sering-sering amat bertemu. Kehidupan kami berdua di
perantauan juga sudah cukup lah ya. Nggak melas-melas
amat meskipun jauh di Cikarang sini, hahaha. Kami toh masih bisa nonton Asian
Food Channel atau 2 Broke Girls di rumah sambil mimik es kopi. Buat kami itu
sudah menyenangkan banget.
Jadi inti postingan ini apa?
Bersyukur aja sama semua kondisi
hidup kita. Sudah menikah ya bersyukur, belum menikah juga bersyukur. Menikah
tapi tinggal di rumah orang tua/mertua ya bersyukur. Menikah jauh dari orang
tua juga jangan lupa disyukuri. Akan selalu ada hikmahnya :) Nggak perlu merasa
lebih superior dari yang lain, karena setiap orang punya masalahnya sendiri.
See you on the next post!
Hahaha.... Aku sekarang kan udah belajar masak
ReplyDelete