June 30, 2016

Orang Madura?!

Hari Senin kemarin saya akhirnya mengirim kembali motor yang saya angkut dari rumah. Akhirnya si motor plat M kembali ke kampung halamannya, hahaha. Kalau bukan karena harus ganti plat nomor sih, agaknya saya juga malas ya ngirim motor lagi. Ngomong-ngomong tentang motor plat M, mungkin motor saya jadi satu-satunya motor berplat M di Cikarang. Ya iyalah, orang waras mana yang mau kirim motor jauh-jauh dari Bangkalan ke Cikarang, hahaha. Ta’ iyeh?

Gambar dari sini
Tapi meskipun begitu, jangan kira tak ada populasi orang Madura di sini ya. Penjual soto langganan saya dua-duanya berbahasa Madura. Hanya satu yang saya tanya-tanya sih, si Ibu berasal dari Kwanyar –Halo, Tirto! :p- sementara yang satu lagi entah darimana. Saya suka malas ngajak ngobrol penjual yang bukan perempuan, hahaha. Menurut info rekan-rekan kerja saya di sini, ternyata populasi orang Madura memang cukup banyak. Hmm… I am not alone in this planet, ha! :p
Ketika saya mulai kuliah praktik di sini, saya dan rekan ketika itu –ehem!- memperkenalkan diri sebagai mahasiswa program profesi dari universitas negeri di Surabaya, sehingga banyak karyawan yang menduga kami berdua berasal dari Surabaya. Mereka baru menyadari saya tidak berasal dari Surabaya ketika melihat tempat lahir saya di CV, dan mereka kaget begitu tau saya berasal dari Madura, hidup 18 tahun di Madura, dengan orang tua yang Madura asli!
Melihat respon mereka, jadi ganti saya yang heran. Segitu anehnya kah kalau saya berasal dari Madura? Mereka bilang karena cara bicara saya yang tidak berlogat khas (like what? -___-), wajah saya yang tidak seperti orang Madura (emang orang Madura kayak gimana sih?), bisa membedakan warna hijau dan biru (ya emangnya buta warna?) dan lain sebagainya dan lain sebagainya lalalalala~~~
Sebenarnya ini bukan kali pertama sih. Dulu teman-teman kuliah heran mendengar saya bicara lewat telpon dengan Mama saya dalam bahasa Madura dengan fasih, padahal sehari-hari mereka tak pernah mendengar saya berlogat Madura. Suami saya bahkan sampai sekarang masih mencari-cari sisi Madura saya sebelah mana. Kalau sampai suami saya pun tak bisa, menyerah sajalah, kalian-kalian anak muda, wkwkwkwk *humor receh *ya maap
Saya mengerti sih yang mereka herankan karena mungkin kebanyakan orang Madura yang mereka temui punya sisi khas yang entah baik atau buruk dan kemudian melekat sebagai stereotype orang Madura menurut mereka. Saya tidak membantah kalau ada yang mengatakan kalau orang Madura berwatak keras, bicara blak-blakan, dan nggak bisa bedain warna biru-hijau (meski dalam hati pengen ngegampar, hahaha). Tapi memangnya suku lain tidak begitu? Memangnya yang tinggal di Eropa sono semuanya ngomongnya andhep asor? –just call me if you wanna know the meaning of those words- Ya tergantung manusianya toh. Hari ini masih mojok-mojokin SARA, duh ke laut aja, Cong, Bing..
Oiya kalau masalah bicara keras atau blak-blakan, itu watak ya, semua orang juga punya, tinggal wataknya itu dominan atau nggak. Kalau masalah nggak bisa bedain hijau-biru, itu sih salah paham aja. Orang Madura bukannya nggak bisa bedain, tapi memang karena di bahasa daerah Madura, penyebutannya tidak seperti di bahasa Indonesia. Ya sama aja kayak orang Jawa menyebut warna merah dengan Abang, lalu apa mereka dibilang nggak bisa bedain warna merah dengan kakak laki-laki? –duuh.. nulisnya jadi ikutan ngawur- -entah ini perbandingan yang sama atau nggak ya-

No comments:

Post a Comment