Di zaman sekarang, peran perempuan sudah cukup terlihat di
banyak bidang. Meski kasus kekerasan atau pelecehan terhadap perempuan masih
marak terjadi, setidaknya kita sudah bisa bersyukur karena perempuan sudah
dapat mengembangkan diri seluas mungkin. Termasuk berhak untuk mendapat pendidikan dan memilih karirnya sendiri.
Bicara tentang kisah perempuan sukses, mungkin beberapa dari
kita akan langsung terbayang seorang Sri Mulyani atau
mungkin Najwa Shihab. Yang lain lagi mungkin akan terbayang Angela Merkel yang
seorang kanselir Jerman atau Hillary Clinton yang tengah berjuang merebut
simpati Amerika dan menjauhkan Donald Trump dari politik Amerika. *saya nggak
dukung Hillary juga sih, tapi mendingan, daripada Trump, pffffttt
Di mata saya, perempuan sukses tak melulu dilihat dari karir
yang setinggi langit atau gelar panjang yang berderet di belakang nama. Perempuan
yang sukses membangun keluarga dan mengantarkan kesuksesan untuk keluarganya
juga layak disebut sukses. Tapi ketika melihat keduanya bisa berjalan
beriringan, saya angkat topi untuk perempuan yang seperti ini.
Salah satu perempuan yang saya kagumi ada di anggota
keluarga dekat. Saya biasa memanggilnya Ibu. Beliau adalah salah satu yang
memacu semangat saya untuk menjadi seorang longlife
learner. Saya sering mengingatnya sebagai contoh ketika semangat saya dalam
belajar atau bekerja sedang mlempem. Kalau dibandingkan dengan Ibu yang harus
menempuh Surabaya-Malang setiap hari, saya yang “hanya” perlu motoran 20-30
menit dari rumah ini sih masih enak. Ketika masih malas-malasan mandi, Ibu
bahkan sudah harus naik bus. Ketika pulang pun tinggal pulang, tapi Ibu kadang
masih harus terjebak macet padahal jam pulangnya juga mungkin tak jauh beda
dengan saya.
Ibu bekerja di Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat
(Balittas) sebagai seorang peneliti. Kadang harus mengunjungi kebun di beberapa
wilayah di Indonesia beberapa bulan sekali. Kadang ikut kongres ini itu ini
itu, tiba-tiba saja sudah sampai di Jakarta atau Bogor untuk ke Kementerian sini situ dan presentasi, malah
tiba-tiba cerita kalau bulan depan mau berangkat ke Brazil -____- Saya yang bahkan paspor saja belum punya ini
mendadak merasa cemen sekali.
Pengetahuannya luas karena mungkin sudah kenyang pengalaman
dan sering sampai ke tempat-tempat baru. Ketika bersama Ibu, saya jarang diam
karena biasanya ribut bertanya dan penasaran dengan pengalaman dan perjalanannya. Banyak hal seru
yang bisa digali dan cerita-ceritanya ini makin membuat saya termotivasi. Apalagi
kalau sadar Ibu sudah S3, sekolahnya di Australia pula, sekarang bahkan sudah
sampai dapat gelar profesor segala #ndempis di pojokan
Pola pikirnya ya sebagaimana ibu-ibu ya, kadang
kontroversial, hahaha. Biasanya saya dan Arin yang akan
menimpali komentar-komentar Ibu. Apalagi kalau sedang dalam perjalanan dan kami
sedang banyak bahan yang bisa dipergunjingkan, wakakakak
Kalau dalam keluarga, tentu saja beliau adalah panutan
anak-anaknya. Anak yang pertama sih mungkin agak "mbetik" ya, hahaha, tapi
setidaknya dia berhasil lulus kuliah di Unair dan jadi apoteker kayak saya :p
Anak yang kedua, masih kuliah di Unair juga dan nantinya setelah lulus akan
bergelar dokter. Nanti mungkin di masa depan, saya geret saja untuk buka
klinik di Cikarang. Siapa tau bakalan laku keras, hahaha.
Ibu selalu mengajak dan memotivasi untuk sekolah setinggi-tingginya.
Selama ada kesempatan, ambil saja. Kalau belum dapat kesempatan, cari sampai
dapat. Beliau selalu menekankan tak pernah ada ruginya sekolah, belajar, mengeksplorasi
minat dan bakat selama semuanya ke arah yang positif, tak peduli dia laki-laki
atau perempuan. Semuanya sama.
Anyway, kira-kira saat ini Ibu lagi di mana ya? Takutnya
tiba-tiba kirim pesan whatsapp lalu bilang kalau sedang di Korea. Saya harus
titip tanda tangannya Lee Joon Gi nih.
See you on the next post
No comments:
Post a Comment