Kalian kalau
berangkat lewat mana sih?
*ini masih
pagi *kok udah ngajak ribut, wkwkwkwk
Nggak ada
maksud apa-apa yeee. Saya cuma kepo, soalnya kali ini saya ingin menulis
tentang opini saya selama menjadi penumpang motor *karena nggak pernah nyetir
sendiri LOL* di lingkungan sekitar tempat saya tinggal.
Saya habis
pindahan kontrakan btw. Jadi memang di Cikarang ini saya dan suami belum punya
rumah sendiri, jadinya ngontrak rumah orang dan kebetulan yang punya rumah ini
ternyata orang Surabaya juga, hahaha *mbulet ae
Alasan
pindahannya ya klasik, cari yang lebih luas *karena perabotan udah banyak* dan
pasti nyari yang lebih murah, hahaha *emak-emak
Jadilah kami
meninggalkan Lippo Cikarang yang tentram dan syahdu, lalu mencari tempat
tinggal di daerah yang agak jauh dari tempat kerja demi tercapainya si
kebutuhan rumah luas dan murah itu tadi.
And here we are… Central Park Cikarang,
yang berjarak 20 menit di jalanan sepi hingga 45 menit di jalanan macet.
Awal-awal
pindahan rasanya kok nelangsa ya, wkwkwkwk *digetok*
Ya please
lah biasanya jam 6.45 masih sempat sarapan di rumah, sekarang jam 6.15 udah
harus berangkat, beda banget kan rutinitas pagi saya jadinya. *kriyep-kriyep di
jalan
Tapi
lama-lama jadi biasa aja sih. /plaaak/
Nah kalau
dulunya perjalanan berangkat saya cuma melewati jalan raya yang lagi disapu
sama petugas kebersihan, sekarang jadi lebih “keras” karena melewati jalur
utama pantura Jakarta – Cikampek, saingan dengan bus-bus dan truk gandeng yang
lewat tiada henti.
Menghadapi
orang-orang yang berebutan mau putar balik juga, antre kereta lewat *iya,
sekarang jadi sering lewat perlintasan kereta juga*, dan yang paaaaling konyol,
ikutan antre traffic light padahal
saya mau belok kiri yang mestinya boleh jalan terus tapi jalannya ketutup sama kendaraan
yang notabene mau ambil jalur lurus… -_____-“
Kadang nggak
habis pikir dan mengomel sepanjang jalan, tapi lebih sering berakhir dengan
menghela nafas panjang dan mengucap istighfar
berkali-kali.
Indonesia-kuuu~~~
Paling
tidak, ada 3 hal yang hampir selalu terjadi ketika saya berangkat kerja pagi
hari.
Yang pertama
adalah menerobos palang perlintasan kereta. Kalau kalian pikir yang menerobos
itu motor kecil-kecil atau sepeda roda tiga *apasih*, kalian salah besar,
karena di sini bus yang lebih gede dari gajah itu pun ikutan menerobos diikuti
motor-motor kecil dan angkot yang mengekor.
rombongan gajah lewat |
Kemudian
kalau kereta sudah dekat, penjaga perlintasan kereta teriak-teriak sampai
serak, dan kendaran yang mengekor bus ini terpaksa berhenti di jalur arah
sebaliknya, dan setelah kereta lewat akan terjadi kemacetan karena yang sono
jadi nggak bisa lewat. Ya iyalah lha jalannya lu tutupin, Tong. *gemeesh
Yang kedua,
angkot-angkot yang berhenti hampir di separuh badan jalan.
Nggak usah
lah protes jalannya kecil dan gak sesuai sama volume kendaraan yang lewat di
sana, lha itu kalau angkot-angkotnya nggak ngetem di situ, dijamin lancar jaya.
Trus nanti
Mamang angkotnya bilang, “Ya kan kita cari duit, Neng, kudu rebutan penumpang. Ayo yang Mall Lippo, Mall Lippo, Mall Lippo
langsung berangkat.” *2 jam kemudian juga masih di situ, jalannya lelet amat
kayak siput*
Ya emangnya
nggak bisa nyari duit tapi tetap ikut aturan, Mang? Halooo… situ mau dapat duit
tapi nyusahin orang lain. Egois amat.
Pernah lo ya
jalanan macet panjang dan lama sekali terurainya. Ternyata ada bus yang mau
lewat, tapi jalanan tak cukup karena di depannya ada angkot berhenti tanpa
penumpang.
Ngetem.
Si Mamang
angkot-nya ya di dalam angkotnya.
Ngapain?
Mainan HaPe
dong.
Baru setelah
“way woy way woy” orang sekitar, dia minggirin angkotnya.
Dikit.
Bus-nya bisa
lewat dan jalanan langsung lancar kembali. Demi apaaaaah????
Yang ketiga,
kendaraan yang nggak di jalur seharusnya.
Motor-motor
yang seenak udel-nya nutup jalan itu ya, situ nggak bisa bacaaaa??? Sini saya
ajarin baca /sambil asah golok/
Besoknya ada
truk molen yang juga ikutan nutupin jalur. Wel dan, pipel! *mlipir beli
gorengan*
***
Kira-kira
kenapa ya? *sad*
Saya
beruntung karena punya suami *sekaligus pembonceng setia* yang lurus-lurus aja
pola pikirnya. Palang pintu kereta turun ya dia berhenti, meskipun kami berdua
juga tau kalau keretanya masih jauh banget. Jalan ya sesuai jalurnya, dan kalau
naik motor ya harus pakai helm. Helm-nya harus dipasang sampai bunyi KLIK ya. Hahaha
Sebelum sama
suami, saya nggak gitu-gitu amat dengan helm yang harus di-klik. Tapi semakin
ke sini, saya jadi ikut terbiasa, karena memang semua peraturan yang ada itu
dibuat untuk keselamatan kita sendiri. Termasuk tidak menerobos palang perlintasan
kereta dan menaati tanda warna lampu di traffic
light.
Masalahnya
sekarang, ada berapa banyak yang justru lebih memilih menerobos palang
perlintasan kereta dengan alasan males kepanasan lama-lama? Syududududu~
Saya tak mau
membawa isu kesukuan di sini. Mau orang Jawa kek, orang Sunda, orang Betawi,
orang Mars, alien, semuanya berkedudukan sama di mata hukum. Semua sama-sama
harus taat aturan agar lingkungan bisa tertata baik dan tidak merugikan satu
sama lain. Nggak ada lah kecenderungan suku ini begini, suku itu begitu. Semua ya balik lagi ke pribadi masing-masing. Saya juga yakin tak satupun suku yang ngajarin hal nggak benar begitu.
Saya juga
tak mau membawa latar belakang pendidikan. Nggak semua yang putus sekolah itu
jadi nggak taat aturan dan nggak semua yang sarjana itu nggak nerobos palang
perlintasan kereta. Agree?
Sebenarnya
kalau dibalikin lagi sih, semua juga urusan mereka ya. Yang nggak taat aturan
ya mereka. Kalau nerobos perlintasan lalu ketabrak kan yang mati juga mereka. Tapi
kok rasanya sayang banget gitu ada nyawa melayang sia-sia gara-gara pelanggaran
peraturan. Mending kalau celakanya sendirian, kalau jadi nyelakain orang lain
juga gimana?
No comments:
Post a Comment