November 11, 2016

Anak Tunggal

Saya cukup sering membaca tentang tulisan “perlawanan” anak-anak tunggal seperti saya yang terkena stereotype sebagai anak manja. Sebenarnya di zaman sekarang sih saya yakin sudah banyak orang yang berpikiran terbuka dan tak sembarang menyimpulkan kecenderungan perilaku orang lain hanya lewat label anak tunggal atau bukan.

Tulisan ini bukan sebagai perlawanan juga sih. Saya tak peduli mau dibilang anak manja atau anak menye-menye *ada yang tau istilah lain?* atau apalah apalah. Ada yang ngomongin saya aja saya udah seneng. Lumayan buat ngurang-ngurangin dosa *lah?* Sebenarnya saya juga tak tau persis patokan seseorang itu anak manja atau bukan itu dilihat dari apanya. Itulah kenapa saya tak peduli, hohoho.



Hingga usia yang ke-25 tahun ini, saya masih bergelar anak tunggal. Menurut saya, hidup sebagai anak tunggal ya gini-gini saja, karena orang tua juga mendidik saya untuk tak banyak menuntut. Saya memang belum pernah sih pingin-pingin sampai HARUS banget dituruti karena semua keputusan ada di tangan Mama atau Ayah, hahaha. Dulu saya pingin banget punya Tamagotchi yang nge-hits itu, tapi karena menurut Ayah mainan itu tak ada manfaatnya, saya tak pernah dibelikan, wkwkwkwk. Meskipun saya sampai termehek-mehek, orang tua saya  tak peduli tuh *gagal :p*

Ketika TK, saya tak pernah ditunggui di sekolah seperti teman-teman lain karena Mama Ayah harus mengajar. Saya berangkat sekolah diantar naik motor, lalu dijemput dengan becak jemputan. Karena sering sakit batuk, ketika itu saya tak boleh jajan sembarangan. Ketika pernah ketauan beli permen cicak, Ayah marah dan saya menangis seharian, hahaha. Ketika itu saya berpikir segitunya banget, tapi nyatanya memang tak lama saya kembali sakit batuk -___-“

Ketika SMP saya punya tugas mingguan untuk menyeterika. Punya tugas harian untuk menyapu dan mengepel rumah sambil menanak nasi. Kata siapa kalau anak tunggal lalu dia hidup macam princess yang semuanya bisa dilayani? Ketika kita masih bisa membantu orang tua, ya tak ada salahnya membantu kan ya? Hitung-hitung belajar juga kalau nanti kuliah dan harus merantau hidup sendiri *ini kata Mama*

Saya baru dibelikan telepon genggam ketika kelas 2 SMP. Itupun dipakai bersama dengan Ayah, karena memang fungsinya hanya untuk minta jemput sepulang les Bahasa Inggris saja. Saya baru gegayaan pegang HP sendiri ya setelah SMA, karena hampir setiap hari les, dan setiap hari telepon minta jemput, hahaha. Itupun HP yang biasa banget, karena memang yang penting fungsinya kan ya?
Selain itu memang dulu kondisi orang tua saya juga biasa-biasa saja. Yang gajiannya juga sebulan sekali. Yang kalau butuh duit nggak bisa kayak langsung metik daun mangga di halaman gitu. Jadi ya semua pengeluaran memang harus dipikirkan masak-masak dan harus ada manfaatnya. Saya tak sampai hati lah mau minta aneh-aneh.

Permintaan saya yang fenomenal mungkin hanya ketika saya menangis meraung-raung ketika SMA karena takut kucing-kucing saya dibuang oleh Ayah. Itu saja, hahaha.


Tapi kalau bahan bacaan atau sesuatu yang menunjang pendidikan, orang tua akan mengusahakan sebaik mungkin untuk saya. Saya tak tau sih ketika itu mereka ada dana lebih atau tidak, tapi pernah loh, ketika kuliah saya dibelikan netbook baru berukuran 10” hanya karena seminggu sebelumnya saya cerita pundak yang sakit karena membawa notebook 14” yang bahkan belum berumur setahun.

Memang sih saya bawanya di dalam tas setiap hari dari kost yang jaraknya 10 menit berjalan kaki ke kampus. Saya tak pernah bawa tas laptop yang dijinjing itu karena sadar diri. Saya ini pelupa banget. Nanti berangkat jinjing tas laptop, pulangnya ketinggalan, malah berabe. Tapi Ayah dan Mama selalu bilang bahwa saya hanya perlu memikirkan bagaimana saya belajar dengan baik, tak perlu khawatir dengan biayanya. Mau beli buku pun tinggal bilang saja, tapi biasanya saya lebih memilih cari ebook atau fotokopi milik teman. *kemudian mewek*



Kalau semua anak tunggal itu manja, mungkin saat ini saya sudah balik kucing dari perantauan. Ngapain juga susah-susah tinggal di Cikarang kan yee? Tapi toh sudah dua tahun saya bertahan di sini. Tinggal berdua dengan suami yang juga sama-sama amatirannya dengan saya, hahaha. Yang nyari “tips memilih rumah” atau “aneka olahan ikan salem” lewat browser. Yang benerin mesin cuci mampet sambil ngikuti langkah-langkahnya dari tulisan orang. Yang ngurusin rumah berdua kadang pakai cari life hack dulu via Google :p All hail technology!

Oiya, sampai saat ini saya masih bergantung pada suami ketika ingin pergi-pergi. Saya belum bisa naik motor sendiri. Makanya itu sedari tadi saya cerita minta jemput melulu kan ya? Karena memang sejak dulu saya diantar jemput Ayah yang sekarang tugasnya digantikan oleh suami. Saya nggak bangga nggak bisa nyetir motor sendiri. Saya juga sadar ini akan merepotkan, apalagi kalau suami dalam kondisi kurang fit untuk nyetir. Tapi semakin lama tinggal di Cikarang, sepertinya nyali saya makin ciut. Saya lihat perilaku pengendara di sini yang ngawurnya kebangetan, membuat saya makin takut untuk nyetir. Mungkin suatu saat nanti saya mau nyetir, tapi pakai mobil, yang sekiranya kalau berhenti gak bakalan roboh gitu lo .____. Semoga suami saya sehat selalu dan tetap bahagia nyetirin istrinya ke mana-mana ya. *salim*

Apakah dari sekian tulisan saya ini bisa disimpulkan saya adalah anak manja?

Silakan beropini, hihihi

No comments:

Post a Comment