Saya cukup sering membaca tentang
tulisan “perlawanan” anak-anak tunggal seperti saya yang terkena stereotype sebagai anak manja.
Sebenarnya di zaman sekarang sih saya yakin sudah banyak orang yang berpikiran
terbuka dan tak sembarang menyimpulkan kecenderungan perilaku orang lain hanya
lewat label anak tunggal atau bukan.
Tulisan ini bukan sebagai
perlawanan juga sih. Saya tak peduli mau dibilang anak manja atau anak menye-menye *ada yang tau istilah lain?*
atau apalah apalah. Ada yang ngomongin saya aja saya udah seneng. Lumayan buat
ngurang-ngurangin dosa *lah?* Sebenarnya saya juga tak tau persis patokan
seseorang itu anak manja atau bukan itu dilihat dari apanya. Itulah kenapa saya
tak peduli, hohoho.
Hingga usia yang ke-25 tahun ini,
saya masih bergelar anak tunggal. Menurut saya, hidup sebagai anak tunggal ya
gini-gini saja, karena orang tua juga mendidik saya untuk tak banyak menuntut. Saya
memang belum pernah sih pingin-pingin sampai HARUS banget dituruti karena semua
keputusan ada di tangan Mama atau Ayah, hahaha. Dulu saya pingin banget punya
Tamagotchi yang nge-hits itu, tapi karena menurut Ayah mainan itu tak ada
manfaatnya, saya tak pernah dibelikan, wkwkwkwk. Meskipun saya sampai termehek-mehek,
orang tua saya tak peduli tuh *gagal :p*
Ketika TK, saya tak pernah
ditunggui di sekolah seperti teman-teman lain karena Mama Ayah harus mengajar.
Saya berangkat sekolah diantar naik motor, lalu dijemput dengan becak jemputan.
Karena sering sakit batuk, ketika itu saya tak boleh jajan sembarangan. Ketika pernah
ketauan beli permen cicak, Ayah marah dan saya menangis seharian, hahaha. Ketika
itu saya berpikir segitunya banget, tapi nyatanya memang tak lama saya kembali
sakit batuk -___-“
Ketika SMP saya punya tugas
mingguan untuk menyeterika. Punya tugas harian untuk menyapu dan mengepel rumah
sambil menanak nasi. Kata siapa kalau anak tunggal lalu dia hidup macam princess yang semuanya bisa dilayani?
Ketika kita masih bisa membantu orang tua, ya tak ada salahnya membantu kan ya?
Hitung-hitung belajar juga kalau nanti kuliah dan harus merantau hidup sendiri
*ini kata Mama*
Saya baru dibelikan telepon
genggam ketika kelas 2 SMP. Itupun dipakai bersama dengan Ayah, karena memang
fungsinya hanya untuk minta jemput sepulang les Bahasa Inggris saja. Saya baru
gegayaan pegang HP sendiri ya setelah SMA, karena hampir setiap hari les, dan
setiap hari telepon minta jemput, hahaha. Itupun HP yang biasa banget, karena
memang yang penting fungsinya kan ya?
Selain itu memang dulu kondisi
orang tua saya juga biasa-biasa saja. Yang gajiannya juga sebulan sekali. Yang
kalau butuh duit nggak bisa kayak langsung metik daun mangga di halaman gitu.
Jadi ya semua pengeluaran memang harus dipikirkan masak-masak dan harus ada
manfaatnya. Saya tak sampai hati lah mau minta aneh-aneh.
Permintaan saya yang fenomenal
mungkin hanya ketika saya menangis meraung-raung ketika SMA karena takut
kucing-kucing saya dibuang oleh Ayah. Itu saja, hahaha.
Tapi kalau bahan bacaan atau
sesuatu yang menunjang pendidikan, orang tua akan mengusahakan sebaik mungkin
untuk saya. Saya tak tau sih ketika itu mereka ada dana lebih atau tidak, tapi
pernah loh, ketika kuliah saya dibelikan netbook
baru berukuran 10” hanya karena seminggu sebelumnya saya cerita pundak yang
sakit karena membawa notebook 14” yang bahkan belum berumur setahun.
Memang sih saya bawanya di dalam
tas setiap hari dari kost yang jaraknya 10 menit berjalan kaki ke kampus. Saya
tak pernah bawa tas laptop yang dijinjing itu karena sadar diri. Saya ini
pelupa banget. Nanti berangkat jinjing tas laptop, pulangnya ketinggalan, malah
berabe. Tapi Ayah dan Mama selalu bilang bahwa saya hanya perlu memikirkan
bagaimana saya belajar dengan baik, tak perlu khawatir dengan biayanya. Mau
beli buku pun tinggal bilang saja, tapi biasanya saya lebih memilih cari ebook atau fotokopi milik teman.
*kemudian mewek*
Kalau semua anak tunggal itu
manja, mungkin saat ini saya sudah balik kucing dari perantauan. Ngapain juga
susah-susah tinggal di Cikarang kan yee? Tapi toh sudah dua tahun saya bertahan
di sini. Tinggal berdua dengan suami yang juga sama-sama amatirannya dengan
saya, hahaha. Yang nyari “tips memilih rumah” atau “aneka olahan ikan salem”
lewat browser. Yang benerin mesin
cuci mampet sambil ngikuti langkah-langkahnya dari tulisan orang. Yang ngurusin
rumah berdua kadang pakai cari life hack
dulu via Google :p All hail technology!
Oiya, sampai saat ini saya masih
bergantung pada suami ketika ingin pergi-pergi. Saya belum bisa naik motor
sendiri. Makanya itu sedari tadi saya cerita minta jemput melulu kan ya? Karena
memang sejak dulu saya diantar jemput Ayah yang sekarang tugasnya digantikan
oleh suami. Saya nggak bangga nggak bisa nyetir motor sendiri. Saya juga sadar
ini akan merepotkan, apalagi kalau suami dalam kondisi kurang fit untuk nyetir.
Tapi semakin lama tinggal di Cikarang, sepertinya nyali saya makin ciut. Saya
lihat perilaku pengendara di sini yang ngawurnya kebangetan, membuat saya makin
takut untuk nyetir. Mungkin suatu saat nanti saya mau nyetir, tapi pakai mobil,
yang sekiranya kalau berhenti gak bakalan roboh gitu lo .____. Semoga suami
saya sehat selalu dan tetap bahagia nyetirin istrinya ke mana-mana ya. *salim*
Apakah dari sekian tulisan saya
ini bisa disimpulkan saya adalah anak manja?
Silakan beropini, hihihi
No comments:
Post a Comment