Cuaca yang
kurang mendukung membuat saya harus berangkat bekerja dengan sedikit kebasahan.
Sejak semalam, Cikarang diguyur hujan deras-gerimis-rintik-rintik-deras
lagi-gerimis terus saja begitu sampai pagi. Rasanya malas sekali beranjak dari
kasur, hahahaha
Mungkin
benar kata Utopia dalam lagunya “Hujan”
Aku selalu bahagia. Saat hujan turun. Karena aku dapat mengenangmu untukku sendiri.
Saya punya
banyak kenangan bersama orang kesayangan dan hujan. Saya pernah berhenti di
depan sebuah toko dalam perjalanan ke Surabaya bersama ayah. Kami menunggu
hujan reda sambil saya mendengarkan cerita ayah tentang jaman masa kecilnya ke
Surabaya dengan naik kapal kecil melewati Selat Madura.
Kami juga
pernah berhenti di tengah-tengah jembatan Suramadu untuk memakai jas hujan ketika
ayah mengantar saya kembali ke kos hari Senin pagi. Lebih tepatnya saya yang
pakai jas hujan, sementara jas hujan ayah digunakan untuk membungkus tas saya
yang isinya baju-baju dan beberapa makanan yang dibawakan dari rumah. Padahal ketika itu ayah mengantar saya
menggunakan baju dinasnya. :( Ayah lebih rela bajunya basah daripada saya harus ganti baju dulu di kosan dan
jadi terlambat berangkat ke kampus.
Ayah juga
pernah menyuruh seorang tukang becak di depan gang kosan untuk menjemput saya
karena banjir di depan kos dan takut motor kami mogok nantinya. Padahal
sebenarnya saya bisa saja berjalan kaki sambil membawa payung ke depan gang
tempat ayah menjemput saya.
Ayah adalah
teladan, meski sifatnya yang gampang panik itu kadang merepotkan. Ayah yang
mengajari saya berenang, mengaji, bersepeda, hingga bernyanyi lagu nasional.
Ayah juga yang memaksa saya untuk les Bahasa Inggris karena tahu betapa
pentingnya menguasai bahasa internasional tetapi beliau tidak bisa mengajarinya
sendiri. Ayah membelikan komputer agar saya tidak iri pada teman-teman yang ikut les komputer *kemudian diotak-atik berdua*.
Ayah mengajarkan kesederhanaan dengan membelikan saya sepeda bekas yang kemudian kami cat sendiri berdua, bahkan membeli buku cerita dan buku pelajaran bekas yang masih layak sekali untuk dipakai *ketika itu kurikulum belum sering gonta-ganti seperti sekarang* *oh ya sejak kecil saya sudah sering sekali ke Jalan Semarang dan Pasar Blauran untuk berburu komik bekas :p*
tau kan bongsornya saya ini nurun dari siapa :p |
Ayah yang
ketika sadar pertama kali setelah operasi langsung menyebut-nyebut nama saya. Ayah yang menemani saya mengikuti tes kesana kemari demi mencari tempat kuliah.
Ayah yang pendiam, tapi selalu saya dengar menangis di sela-sela doanya untuk keberhasilan saya.
Beliau lah
yang pertama kali sujud syukur ketika tau saya diterima di perguruan tinggi
negeri lewat seleksi nasional yang setahun penuh saya persiapkan. Membesarkan
hati saya ketika kecewa karena tidak diterima di jurusan K*********, hahahaha
:p
Hari ini
saya kembali rindu rumah dan segala isinya. Rindu ayah yang suka menggoda mama.
Rindu masakan mama yang belum bisa saya tiru sampai sekarang. Rindu kucing-kucing
lucu yang entah sekarang ada berapa di rumah.
No comments:
Post a Comment