Alhamdulillah…
Rasanya
tidak jauh berbeda seperti ketika dinyatakan lulus sidang skripsi, seperti selepas
mengucapkan sumpah apoteker, seperti setelah mendengar persetujuan dua keluarga
untuk menggelar akad secepatnya.
Gambar dari sini |
Rasa haru
dan syukur yang seolah tiada habisnya.
Saya tidak
percaya kebetulan yang terlalu indah. Ini mungkin adalah jawaban dari usaha dan
doa. Bukan hanya doa kami, tapi juga orang tua yang mengalirkan doa tiada
henti. Mereka juga adalah kunci sukses untuk kebahagiaan dan tawa yang untuk
saat ini hanya bisa dibagi lewat suara dan tulisan saja.
Lelaki saya sudah pernah mengambil langkah berani dengan menikahi saya ketika bahkan
kami baru bisa tidak membebani finansial keluarga selama beberapa bulan saja. Langkah
yang mengundang banyak reaksi dari keluarga dan rekan-rekan sekitar. Kali ini,
ia kembali berjalan sendiri, mengambil langkah lain yang lebih besar. Mengambil
kesempatan yang awalnya ia sendiri ragu untuk mengambilnya. Ia tidak meminta
pertimbangan siapapun selain kesediaan saya untuk mendukungnya.
Bayaran yang
tinggi dengan bonus lumayan bukan satu-satunya standar. Kesempatan belajar,
mengembangkan diri, dan menyerap ilmu adalah sebaik-baiknya alasan. Tapi untuk
lelaki saya yang satu ini, kepercayaan dirinya yang akan terus meningkat,
keyakinannya terhadap dirinya sendiri bahwa ia juga bisa, ia juga mampu, ia
tidak ketinggalan langkah dibanding teman-temannya, adalah kebahagiaan
tersendiri untuk saya yang sekarang mendampinginya. Saya menjadi saksi
semangatnya yang menggebu akan pembuktian dirinya yang kesekian. Ya… lelaki
saya ini, berjalan sebagai seorang yang tidak mengenal siapa-siapa, hanya
memiliki saya seorang di tempat perantauannya, dan maju dengan bekal yang
kami persiapkan berdua saja. Dan… dia bisa.
Alhamdulillah…
No comments:
Post a Comment